Belajar
dari shalahuddin Al-Ayyubi , Bahwa hanya dengan JIHAD Palestina akan dapat
terebut kembali…..
Great Leader itu bernama Shalahuddin al-Ayubi. Penakluk Palestina yang merebut kambali tanah suci Palestina dari tangan pasukan salib Kristen Eropa. Orang-orang Barat mengenalnya dengan Saladin, dan namanya abadi di Eropa ratusan tahun lamanya. Saking hebatnya Shalahuddin, di Eropa diberlakukan pajak yang disebut Pajak Saladin (Saladin Thite).
Great Leader itu bernama Shalahuddin al-Ayubi. Penakluk Palestina yang merebut kambali tanah suci Palestina dari tangan pasukan salib Kristen Eropa. Orang-orang Barat mengenalnya dengan Saladin, dan namanya abadi di Eropa ratusan tahun lamanya. Saking hebatnya Shalahuddin, di Eropa diberlakukan pajak yang disebut Pajak Saladin (Saladin Thite).
Shalahuddin
al-Ayubi, terlahir dengan nama Yusuf Shalahuddin bin Ayub pada sekitar tahun
1138 M. Dia berasal dari suku Kurdi. Keluarganya tinggal di Tikrit, sekarang
termasuk wilayah Irak, tempat di mana saat itu Islam sedang berjaya. Ayahnya,
Najmuddin Ayub, diusir dari Tikrit dan pindah ke Mosul tempat di mana dia
bertemu dengan Imaduddin Zengi, penguasa Mosul, yang juga pendiri Dinasti
Zengi, yang memimpin tentara muslim melawan Pasukan Salib di Edessa. Imaduddin
menunjuk Najmuddin untuk memimpin bentengnya di Baalbek. Setelah kematian
Imaduddin Zengi tahun 1146, anaknya, Nuruddin menjadi penguasa Mosul.
Shalahuddin dikirim oleh Nuruddin ke Damaskus untuk melanjutkan pendidikannya.
Shalahuddin
kemudian memasuki Mesir. Saat itu Mesir dikuasai oleh Khilafah Fathimiyah. Pada
tahun 1171, al-Adhid, penguasa Mesir dari Dinasti Fathimiyah wafat. Shalahuddin
bersegera meruntuhkan kekuasaan Khilafah Fathimiyah dan segera mengembalikan
kekuasaan yang sah kepada Khilafah Abbasiyah di Baghdad. Shalahuddin melakukan
revitalisasi perekonomian Mesir, mereformasi militer, serta menerapkan kembali
nilai-nilai keislaman. Shalahuddin membangun sekolah-sekolah dan rumah sakit.
Dia juga membuka gerbang istana untuk umum, di mana sebelumnya hanya bagi
kalangan bangsawan saja. Pada saat itu Pasukan Salib menyerang Alexandria
Mesir, namun dengan kegigihan muslimin dan pertolongan Allah, mereka berhasil
dikalahkan.
Shalahuddin
selalu berupaya mengusir salibis dari tanah suci Palestina, namun ia berpikir,
bahwa agar menang ia harus menyatukan Mesir dan Syiria, seperti yang
dicita-citakan Nuruddin. Maka datanglah Shalahuddin untuk menaklukkan Syiria
tanpa perlawanan berarti, bahkan disambut oleh penduduk Syiria. Di sana
Shalahuddin menikahi janda Nuruddin untuk memperkuat hubungan antara penguasa
dirinya dengan penguasa sebelumnya. Ketika Shalahuddin menyatukan Aleppo pada
tahun 1176, dia hampir dibunuh oleh Hasyasyin, pembunuh rahasia terorganisir
yang dibentuk oleh Syi’ah Ismailiyah untuk membunuh pemimpin-pemimpin Sunni.
Dengan kepiawaian politik yang luar biasa, Shalahuddin meminta restu dari
Khalifah al-Mustadhi dari Khilafah Abbasiyah untuk merekonsiliasikan
wilayah-wilayah yang belum sepenuhnya tunduk kepada Khilafah Abbasiyah.
Kedekatan
dengan ulama pun dibangun oleh Shalahuddin, di mana ia selalu meminta nasihat
para ulama dalam menjalankan kebijakan militer dan pemerintahannya. Salah
seorang ulama terkenal dari Mazhab hambali, Ibnu Qudamah, menjadi penasihat
Shalahuddin, dan mendampinginya saat Shalahuddin menaklukkan Palestina.
Setelah
Syiria mencapai kondisi stabil, Shalahuddin kembali ke Kairo untuk mengadakan
beberapa perbaikan. Dia menitipkan Syiria kepada saudaranya. Shalahuddin
membangun benteng mengelilingi mesir untuk membendung serangan musuh dan
melindungi penduduknya. Pembangunan benteng itu dipercayakannya kepada Bahaudin
Qarqusy. Shalahuddin juga membangun armada laut untuk melindungi Mesir dari
berbagai serangan Pasukan Salib.
Ketika
itu kondisi kaum muslimin sedang berada dalam salah satu kondisi terburuk.
Gelimangan harta dan kenikmatan hidup telah membutakan mata hati mereka
sehingga mereka enggan berjihad. Karena kekhilafahan Islam membuat kehidupan
begitu makmur dan sejahtera, kaum muslimin menjadi terlena sehingga mereka
tidak mampu menahan serangan pasukan salibis. Karena itulah berinisiatif untuk
mengadaka peringatan Maulid Nabi Muhammad demi mengingatkan kaum muslimin agar
kembali kepada jalan Islam dengan berjihad dan berdakwah menjalakan perintah
Allah dan RasulNya.
Dengan
parade Maulid Nabi itu Shalahuddin mengingatkan kaum muslimin kepada perjuangan
dan pengorbanan Rasulullah dan para sahabatnya dalam mempertahankan kehormatan
agama Allah ini. Sangat jelas sekali bahwa tujuan diselenggarakannya Maulid nabi adalah
untuk membangkitkan kembali ruhul jihad kaum muslimin yang telah lama membeku.
Setelah parade Maulid nabi yang diselenggarakan di seluruh negeri-negeri Islam
itu, terbentuklah pasukan jihad yang sangat besar. Beda banget sama Maulid Nabi yang ada
sekarang. Maulid sekarang mah nggak membangkitkan semangat jihad dan nggak
mampu membentuk pasukan jihad untuk membebaskan saudara-saudara kita di
palestina yang sedang dibantai Israel.
Setelah
segala konsolidasi selesai, Shalahuddin mulai melirik Palestina yang tengah
dikuasai oleh tentara Salib Eropa. Terngiang di telinga Shalahuddin jeritan
orang-orang yang dibantai pasukan salib. Tahun 1177 M Shalahuddin mulai
membangun pasukan untuk berjihad mengambil kembali tanah suci kaum muslimin.
Pertama ia masuk menaklukkan Askalon dan Ramallah, dengan mengalahkan Pasukan
Salib di beberapa pertempuran. Namun pada pertempuran Montgisard tanggal 25
November 1177 M, Shalahuddin mengalami kekalahan yang cukup parah saat melawan
pasukan Reynald de Chatillon dan Baldwin IV, dan menjadi pelajaran berharga
baginya.
Awalnya
pertempuran terjadi antara pasukan Shalahuddin dengan pasukan Baldwin IV Raja
Palestina, tapi kemudian datang pasukan Reynald de Chatillon, Balian de Ibelin,
dan pasukan Kastria Templar. Dikeroyok begitu rupa, pasukan Shalahuddin
tercerai berai dan beberapa prajurit terbaiknya syahid. Baldwin terus mengejar
pasukan Shalahuddin sampai malam, Shalahuddin mundur ke Askalon sampai ke Mesir
dengan sisa pasukannya. Kekalahan ini disyukurinya karena banyak mengantarkan
pasukan muslim mencapai cita-citanya yaitu syahid, dan sekaligus menjadi pecut
penyemangat agar berjuang lebih kuat lagi.
Ruhul
jihad terus bergelora di hati Shalahuddin dan dia membentuk lagi tentara Allah
untuk merebut Palestina. Kafilah jihadnya terus berangkat ke Damaskus, dengan
nyanyian-nyanyian jihad yang mengundang seluruh kaum muslimin untuk bergabung.
Shalahuddin kemudian melancarkan serangan berikutnya dari Damaskus. Dia
meyerang Tiberias, Tyre, dan Beirut. Pada Juni 1179 M, sampailah kafilah jihad
Shalahuddin di pinggir kota Marjayoun dan berhadap-hadapan lagi dengan pasukan
Baldwin IV, musuh lamanya. Pasukan Baldwin kalah telak dan banyak yang
tertangkap termasuk Raja Raymond. Baldwin sendiri lolos dan mundur.
Bulan
Agustus tahun yang sama, pasukan Shalahuddin mengepung Benteng Chastellet di
Hebrew. Benteng ini belum selesai dibangun, baru rampung satu dinding dan satu
menara. Baldwin sendiri tidak ada di tempat, dia sedang sibuk membangun pasukan
di Tiberias. Shalahuddin menaklukkan benteng ini, dan ketika Baldwin datang
dari Tiberias (jaraknya hanya setengah hari perjalanan), Baldwin melihat
panji-panji syahadat warna hitam dan putih telah berkibar di Benteng
Chastellet. Dengan gentar Baldwin mundur.
Palestina
adalah tanah suci kaum muslimin. Seorang Ulama, Ibnu Zaki, berkhutbah: “Kota
itu adalah tempat tinggal ayahmu, Ibrahim, dari situlah Nabi Muhammad diangkat
ke langit, kiblatmu sholat pada permulaan Islam, tempat yang dikunjungi
orang-orang suci, makam-makan para Rasul. Kota itu adalah negeri tempat manusia
berkumpul pada hari kiamat, tanah yang akan menjadi tempat berlangsungnya
kebangkitan”.
Shalahuddin
mengerahkan segenap kekuatan mujahidin untuk menggempur benteng Palestina.
Barisan pelontar batu api (manjaniq) dikerahkan untuk meruntuhkan benteng
Palestina. Balian de Ibelin juga balas melontarkan manjaniq-nya sehingga kaum
muslimin menjemput syahid. Tekanan mujahidin begitu kuat, sehingga Balian
mengirim dua orang utusan untuk meminta jaminan keselamatan dari Shalahuddin.
Namun Shalahuddin menolak dan mengingatkan mereka akan pembantaian besar yang
mereka lakukan seratus tahun lalu di tahun 1099 M. Akhirnya Balian de Ibelin
datang sendiri menghadap Shalahuddin dan mengancam akan membunuh semua manusia
di dalam benteng, menghancurkan masjid Al-Aqsa, dan berjuang sampai mati, jika
permohonannya tidak mendapat jaminan keamanan. Setelah mengadakan syura dengan
beberapa ulama dan penasihat militer, Shalahuddin menerima proposal Balian de
Ibelin.
Syarat
Shalahuddin adalah Balian de Ibelin harus menyerahkan Palestina secara penuh
kepada kaum muslimin. Kemudian seluruh prajurit kristen Eropa wajib menebus
diri mereka sendiri dalam waktu 40 hari. Akhirnya pada hari Jumat bertepatan
dengan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammd tanggal 27 Rajab 583 H (2 Oktober 1187 M),
Shalahuddin memasuki Palestina dengan panuh kedamaian dan ketenangan.
Masjid-masjid dibersihkan dari salib-salib kafir dan setelah 88 tahun tak
terdengar menggantikan lonceng-lonceng kematian. Dan hanya dengan pasukan
jihad-lah Palestina detik ini bisa dibebaskan dari tangan penjajah keji Israel.
Hanya dengan jihad…La haula wa laa quwwata illa billah!
Source : Gorezan Izzah
(embunkemuliaan.blogspot.com)
0 comments:
Post a Comment